HAILOMBOKTIMUR - Sudah banyak kasus dan musibah yang pernah menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Hal tersebut tentu menjadi atensi pemerintah Indonesia, supaya warganya tetap terjamin kemanan dan kenyamanan nya ketika memutuskan untuk menjadi pekerja di luar negri.
Sehingga baru-baru ini, pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia mulai 13 Juli 2022.
Hal ini lantaran Kuala Lumpur dinilai melanggar nota kesepahaman (MOU) tenaga kerja yang telah disepakati kedua negara.
Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Kembali Alami Erupsi, Terhitung Sudah Tiga Kali
Dikutip Hailomboktimur.com, dari Pikiran-rakyat.com, Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, keputusan itu dibuat setelah perwakilan RI menemukan beberapa bukti bahwa Malaysia masih menerapkan sistem maid online (SMO), yaitu sistem rekrutmen yang di luar kesepakatan dalam MoU.
“Secara khusus SMO ini membuat posisi PMI kita menjadi rentan tereksploitasi karena mekanisme perekrutan ini melewati UU Nomor 18 Tahun 2017 mengenai perlindungan pekerja migran akhirnya PMI kita yang berangkat ke Malaysia tidak melalui tahapan yang legal,” kata Judha dalam pengarahan media secara daring, Kamis 14 Juli 2022.
Menyikapi temuan tersebut, pemerintah Indonesia memutuskan menghentikan sementara penempatan PMI ke Malaysia hingga mendapat klarifikasi dari pihak Malaysia serta komitmen untuk menghentikan SMO penempatan PMI sektor domestik ke negara itu.
Keputusan tersebut telah disampaikan secara resmi oleh KBRI Kuala Lumpur kepada Kementerian Sumber Malaysia, yang akan segera membahas isu itu dengan Kementerian Dalam Negeri Malaysia.
Baca Juga: Ini Kriteria yang Pasti Gagal Lolos Saat Seleksi Kartu Prakerja Gelombang 36
“Kami harapkan hasil positif dari pembahasan tersebut,” tutur Judha.
MoU tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik di Malaysia ditandatangani oleh pemerintah kedua negara ketika kunjungan Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri bin Yaakob ke Jakarta pada 1 April 2022.
MoU tersebut mengatur tentang penggunaan sistem satu kanal atau one channel system sebagai sistem perekrutan hingga pengawasan PMI ke Malaysia, sekaligus untuk memberikan perlindungan maksimal bagi PMI.
Mengingat sistem yang saat ini masih dibangun, proses penempatan PMI belum dilakukan.
“Namun kita meminta agar komitmen MoU yang sudah ditandatangani 1 April lalu untuk menghapuskan mekanisme-mekanisme lain selain proses one channel system, sudah dilakukan,” kata dia.
Didukung DPR
Pada kesempatan terpisah, anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mendukung rencana Pemerintah yang akan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia sebagai langkah tegas pemerintah Indonesia.
"Kalau Malaysia wanprestasi terhadap kesepakatan dengan Indonesia terkait dengan pengiriman PMI, kami dukung moratorium," kata Nurhadi di Jakarta, Kamis.
Nurhadi mengatakan, hal itu terkait dengan kabar bahwa pemerintah Indonesia berencana melakukan moratorium pengiriman PMI ke Malaysia untuk menuntut komitmen Negeri Jiran itu pada kesepakatan penyelesaian masalah perburuhan.
Indonesia dan Malaysia sebenarnya telah sepakat menggunakan sistem satu kanal untuk penempatan tenaga kerja. Namun, Malaysia justru memiliki saluran perekrutan yang lain.
Hal itu yang menyebabkan pemerintah Indonesia mengawasi dan melindungi para PMI di Malaysia.
Baca Juga: Setelah Kasus Saling Tembak Antara Dua Anggota Polisi, Irjen Pol. Sambo Jadi Sorotan Publik
Nurhadi menilai langkah tegas moratorium tersebut karena adanya pelanggaran kesepakatan oleh pihak Malaysia dalam perekrutan pekerja asal Indonesia.
Menurut dia, moratorium pengiriman PMI sebagai pelajaran untuk Malaysia agar tidak menganggap enteng kesepakatan antara kedua negara.
Selama ini, kata dia, ada dua masalah utama yang telah dilanggar Malaysia, yaitu tidak rekrut PMI melalui satu kanal sehingga pemerintah Indonesia kesulitan dalam pemantauan.
Kedua, kasus upah PMI tidak dibayar sampai bertahun-tahun, dan adanya temuan yang dilaporkan micare yang diduga terdapat ratusan PMI meninggal akibat kekerasan di depo imigrasi Malaysia.
"Apabila peristiwa tragis itu benar, merupakan keprihatinan kita semua yang harus dijawab dengan melakukan evaluasi menyeluruh tentang prosedur pengiriman tenaga kerja ke luar negeri," ujarnya.
Nurhadi memandang perlu langkah dan upaya konkret guna mencegah penyelundupan atau lolosnya tenaga kerja ilegal ke luar negeri melalui jalur darat, udara, maupun laut.*** (Huminca sinaga/Pikiran-rakyat.com)