Dalam RKUHP Hukuman Terhadap Pelaku Maling Uang Rakyat Semakin Lembek

20 Juni 2022, 12:02 WIB
Foto Ilustrasi (dol/ist) /Riadi/

 

HAILOMBOKTIMUR - Kasus tindak pencurian uang rakyat sangat jelas merugikan negara, bahkan beberapa tahun terakhir sudah banyak kasus serupa yang terjadi di tanah air.

 

Parahnya, hasil persidangan kasus maling uang rakyat sepanjang tahun 2021 menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) tervonis rendah.

 

Bahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tampaknya 'lembek' terhadap maling uang rakyat.

 

Berdasarkan aturan disebutkan bahwa hukuman bagi pelaku tindakan pencurian uang rakyat yang jelas sangat merugikan negara ini terbilang sangat ringan.

Baca Juga: Wajib Tahu! Ngprank, Tindalan Sepele Tapi Bahaya yang Bisa Bikin Kena Denda 10 Juta

Dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saat ini, berbunyi:

 

"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".

Baca Juga: Polda Papua Baru Tetapkan 14 Anggota Dewan Paniai Jadi Tersangka Kasus Maling Uang Rakyat


Kemudian dalam ayat (2), disebutkan bahwa ada kemungkinan maling uang rakyat mendapatkan hukuman mati dalam keadaan tertentu.

 

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," kata aturan tersebut.

 


Sementara pada Pasal 603 RUU KUHP, ancaman minimum bagi maling uang rakyat justru diturunkan menjadi 1 tahun penjara.

 

"Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI," tutur aturan tersebut.

Baca Juga: Bareskrim Amankan Aset Senilai 700 Miliar Terkait Kasus Maling Uang Rakyat Lahan Rusun di Cengkareng

Berdasarkan Pasal 79, denda kategori II ini adalah Rp10 juta, sedangkan kategori VI adalah Rp2 miliar.

 

Kemudian untuk Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saat ini, yang berbunyi.

 

"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".

 

Dalam RKUHP, ancaman minimalnya dinaikkan dari semula 1 tahun menjadi 2 tahun penjara, tertuang dalam Pasal 604 yang berbunyi:

"Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI".

 

Akan tetapi, dalam RKUHP ini tidak ada ancaman pidana mati bagi maling uang rakyat yang jelas merugikan negara.

 

Aturan tersebut hanya menerapkan ancaman pidana mati bagi pelaku yang terkait dengan masalah narkotika.***

 

Editor: Ahmad Riadi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler