Disnakertrans NTB Pastikan Kawal Kapal Karam Pengangkut PMI Ilegal di Batam

29 Juni 2022, 10:06 WIB
Kepala Disnakertrans NTB, I Putu Gede Aryadi (kanan) Kepala BP2MI NTB, Abri Danar Prabawa (kiri) /Antara NTB/Nur Imansyah

HAILOMBOK TIMUR- Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat (NTB) akan memastikan untuk tetap mengkawal kasus kapal tenggelam yang mengangkut Pekerja Migran Indonesia (PMI) di perairan Batam.

 

Perkembangan kasus kapal tenggelam tersebut masih terus dipantau, sembari mengumpulkan informasi dari jaringan yang ada di Batam.

 

Hal demikian diungkapkan Kepala Disnakertrans NTB, I Gede Putu Aryadi saat rapat kerja bersama Komisi V DPRD NTB, BP2MI, asosiasi tenaga kerja di NTB, APJATI dan APPMI di ruang rapat Komisi V DPRD Provinsi NTB di Mataram, Selasa 28 Juni 2022.

 

Rapat tersebut dilakukan dalam rangka membahas masalah dan persoalan yang PMI di NTB.

 

"Terkait kasus kecelakaan speed boat di Batam masih terus dipantau. Bahkan untuk mendapatkan informasi terkini, kami memiliki jaringan komunitas masyarakat Sasak yang ada di Batam," ujar Aryadi dikutip dari AntaraNTB.

 

Baca Juga: 1 Juli 2022 Beli BBM Wajib Pakai MyPertamina, Ini Persyaratan dan Cara Daftarnya beserta Link Pendaftran

 

Menurut informasi ada 30 warga NTB yang menjadi korban kecelakaan speed boat, padahal kapasitas kapal hanya untuk 15 orang.

 

"Mereka berangkat ke Batam seperti warga yang ingin jalan-jalan. Jadi, tidak dilengkapi dokumen. Salah satu pelaku, termasuk menjadi korban hilang pada kecelakaan speed boat ini," ucap Gede Aryadi dikutip dari AntaraNTB.

 

Gede Aryadi mengatakan kasus ini awalnya ditangani oleh aparat TNI Kepri, namun kemudian diserahkan ke selter BP2MI di Kepri.

 

Dari 23 orang selamat, 21 orang dalam keadaan sehat dan dua orang butuh perawatan.

 

Baca Juga: Walhi Tuntut Pemerintah Tidak Terbitkan Izin Baru Alih Fungsi Kawasan Hutan

 

"Kasus ini ditangani Polda Kepri dan datanya di-backup oleh Polda NTB dan siap memberikan informasi yang dibutuhkan oleh Polda Kepri. Proses pemulangan baru bisa dilaksanakan setelah ada titik terang dalam proses hukum," ucapnya.

 

Berdasarkan pengamatan, katanya, tingginya kasus PMI yang tidak prosedural akhir-akhir ini karena sejak Tahun 2020 atau sejak pandemi COVID-19 melanda, penempatan negara Malaysia ditutup. Bahkan pada 2021 Malaysia memulangkan ribuan PMI asal NTB.

 

Selain itu, menurut Gede Aryadi, perbedaan peraturan di sejumlah negara penempatan memiliki pengaruh pada tingginya kasus penempatan unprosedural.

 

Adanya kebijakan konversi visa yang berlaku di beberapa negara penempatan inilah yang dimanfaatkan oleh calo/tekong.

 

"Biasanya PMI yang tidak prosedural berangkat dengan menggunakan visa kunjungan, visa umrah atau visa suaka kemudian setibanya di negara penempatan, dengan adanya kebijakan konversi visa, mereka mendapatkan visa kerja dan izin tinggal, sehingga menjadi legal menurut aturan di negara tersebut. Namun tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, bahkan PMI tidak mengetahui isi perjanjian kerjanya, karena semuanya diurus oleh mafia TPPO," katanya.

 

Baca Juga: Temui Massa Aksi Wakil Ketua DPRD Lotim Tanggapi Soal LGBT, Kereta Gantung Hingga KUR Sapi

 

CPMI yg berangkat secara non-prosedural dengan menggunakan visa kunjungan, menurut dia, tidak membutuhkan rekomendasi desa, disnakertrans, apalagi layanan di LTSA. Mereka cukup mengurus paspor kunjungan di Imigrasi.

 

"Kementerian Luar Negeri sudah mengimbau negara penempatan terkait masih adanya kebijakan konversi visa ini. Namun faktanya kita tidak bisa mengintervensi kebijakan negara lain," ujarnya.

 

Ia mengatakan, jika merunut ke desa, biasanya kepala desa tidak mengetahui warganya menjadi PMI.

 

Dalam laporannya, Gede mengungkapkan peran pemerintah kabupaten/kota sangat penting, terutama di desa dan dusun, dalam memberikan edukasi kepada warganya agar tidak berangkat lewat jalur tidak prosedural.

 

Karena itu, Pemprov NTB mengapresiasi Kabupaten Lombok Timur yang sudah membentuk tim terdiri dari P3MI dan asosiasi dalam mensosialisasikan peluang kerja di luar negeri.

 

"Saya lihat di Lombok Timur sudah mulai tertib. Harapan ke depannya kami didukung penambahan pejabat pengantar kerja di kabupaten/kota, karena informasi kesempatan kerja luar negeri harus disampaikan oleh pejabat yang tepat dan kompeten," ujar mantan Kadis Kominfotik NTB ini.

 

Baca Juga: Diskominfo Bersama BPS Lombok Utara Berikan Perangkat Daerah Pembinaan Statistik Sektoral

 

Sementara itu, Kepala BP2MI NTB Abri Danar Prabawa mengungkapkan dari Tahun 2007 sampai Februari 2022 ada 535.000 PMI NTB yang bekerja di luar negeri.

 

Jika dijabarkan per-kabupaten terang Abri, posisi pertama ditempati Lombok Timur dengan jumlah PMI 235 ribu.

 

Disusul Lombok Tengah kurang lebih 146 ribu. Dari 108 negara penempatan, paling besar ada di Malaysia sekitar 77 persen, kemudian diikuti Saudi Arabia, Hong Kong, Taiwan, Brunei Darussalam, dan diikuti oleh Uni Emirat Arab.

 

"Potret pekerja migran NTB yang penempatannya di Malaysia memang paling banyak bekerja sebagai pekerja ladang dengan jumlah 41 ribu.Kemudian pekerja bangunan ada 638 orang.

 

Jumlah ini sangat timpang jika dibandingkan dengan yang bekerja di ladang. Kemudian disusul pekerja ART (housemaid). Dari ke tiga jabatan itu kita sepakat bahwa jabatan itu no-skill," kata Abri.

 

Ia menjelaskan Tahun 2021 PMI yang dipulangkan sebanyak 26.996, yang terbanyak dari Malaysia.

 

Padahal sebelum pandemi kata dia, rata-rata setiap tahun ada sekitar 20 ribu PMI yang dikirim dengan hampir 90 persen penempatannya ke Malaysia.

 

Baca Juga: Kerjasama dengan Internasional Organisasi Migran, SBMI Lombok Timur Berikan Pelatihan Bagi 100 Orang Purna PMI

 

Hal ini menjadi salah satu penyebab banyaknya terjadi kecelakaan PMI akhir-akhir ini.

 

Abri menyampaikan dari data BP2MI pada 2021-2022 sudah terjadi empat kecelakaan PMI tidak prosedural dengan 100 persen kecelakaan kapal tujuannya ke Malaysia.

 

Kabar baiknya, menurut dia, pada semester 1 tahun ini, hasil pencegahan keberangkatan PMI ilegal yang dilakukan oleh BP2MI ada 187 orang dengan tujuan keberangkatan terbanyak ke Saudi Arabia, yang kebanyakan perempuan. Angka ini naik 100 persen dari tahun lalu yang berjumlah 68 orang.

 

Sementara dari disnaker sendiri ada 54 orang yang sudah dicegah hingga saat ini. Asal CPMI yang paling banyak dari Lombok Tengah, Lombok Timur dan Sumbawa.

 

Penyebab kasus yang banyak terjadi adalah karena keberangkatan tidak prosedural.

 

Hal ini menimbulkan banyak permasalahan lainnya, seperti di Timur Tengah seringkali terjadi permasalahan PMI tidak digaji, disiksa, atau diperlakukan tidak manusiawi.

 

Kalau di kawasan Malaysia, penyebab kasus kebanyakan karena PMI overstay.

 

Selain itu ada juga permasalahan lain, yaitu ketika PMI mengalami masalah di negara penempatan, masalah belum selesai tapi PMI sudah dipulangkan.

 

Padahal seharusnya permasalahannya diselesaikan dulu di negara tersebut karena pemerintah sudah menyediakan pembela hukum disana.

 

"Seperti kasus terbaru PMI dari Sumbawa Barat, dia lapor ke suaminya dia mendapatkan penyiksaan dan tidak digaji, ketika akan kita telusuri, tiba-tiba dia sudah sampai di Jakarta. Sudah dipulangkan oleh majikannya. Ini mempersulit kita untuk mendapatkan hak-hak mereka," ujar Abri.

 

Karena itulah mengapa sektor domestik untuk rumah tangga ke Saudi Arabia dari 2015 sampai saat ini belum dibuka oleh pemerintah.

 

Namun meski begitu tetap masih banyak warga NTB yang ingin berangkat ke Saudi sebagai ART.

 

Contoh kasus kemarin 24 orang CPMI ilegal yang dicegah adalah 100 persen warga NTB yang dijanjikan berangkat ke Saudi.

 

Beberapa hari kemudian juga dilakukan pencegahan tujuh orang CPMI ilegal asal Bima yang akan diberangkatkan ke Saudi juga.

 

"Kenapa mereka ini tidak mau mengikuti jalur prosedur karena kebanyakan mereka ini tidak punya kompetensi. Rata-rata pendidikan mereka ini hanya lulusan SD. Padahal menjadi PMI prosedural sangat lah mudah, apalagi ke Malaysia. Baru-baru ini perusahaan Malaysia sudah berkunjung ke NTB mengungkapkan bahwa mereka butuh PMI kita," ungkap Abri.

 

Karena itu, Pemprov NTB melalui Disnakertrans Provinsi NTB dan BP2MI sudah melakukan koordinasi dengan BLK, agar CPMI ilegal yang dipulangkan kemarin diberikan pelatihan kompetensi agar siap dikirim sebagai PMI prosedural.

 

Di UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI telah dibagi tugas dan peran masing-masing pemerintah dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa.

 

Karena itu semua pihak perlu melakukan upaya bersama agar perlindungan PMI maksimal.

 

Lebih lanjut, Abri menjelaskan bahwa penempatan PMI terdiri dari tiga proses, masa pra penempatan, penempatan, dan purna penempatan. Yang paling banyak terjadi masalah itu di proses pra penempatan.

 

Karena di proses pra inilah, PMI banyak menghadapi bujuk rayu tekong, sehingga bisa terjadi pemalsuan dokumen dan pemberangkatan secara ilegal.

 

"Karena itu hal pertama yang harus dilakukan adalah memberantas sindikat, calo, mafia, tekong dan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab ini. Terkait sindikat calo ini kita harus bertindak tegas," katanya.

 

"Berbicara masalah PMI, seperti tidak pernah tuntas. Namun demikian, harus ditemukan solusi untuk menyelamatkan warga NTB yang pada dasarnya memiliki cita-cita luhur, yaitu menjadi PMI karena ingin memperbaiki perekonomian keluarga," kata Ketua Komisi V DPRD NTB, Lalu Hadrian Irfani dikutip dari AntaraNTB.***

Editor: Muazzin

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler