Selain Menolak, Walhi NTB Menilai Pengurusan Izin Groundbreaking Kereta Gantung Rinjani Offside

20 Desember 2022, 17:23 WIB
Upacara Kegiatan Groudbreaking kereta gantung rinjani di Taman Hutan Raya Nuraksa, Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah (dok:istimewa) /

HAILOMBOKTIMUR - Gubernur, Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB), Bupati Lombok Tengah dan pihak investor PT. Indonesia Lombok Resort ikut terlibat dalam kegiatan Ceremony Groudbreaking kereta gantung rinjani. 

 

Kegiatan tersebut berlangsung di Taman Hutan Raya Nuraksa, Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Minggu kemarin. 

 

Sebelum kegiatan berakhir, dilakukan pemutaran film dokumentasi profil Provinsi NTB dan video paparan pembangunan Kereta Gantung serta di akhiri dengan Ceremony Groudbreaking. 

 

Kendati telah berlangsung Ceremony Groundbreaking, Direktur Utama Wahana Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Barat (Walhi NTB) Amri Nuryadin dengan tegas menolak pembangunan kereta gantung sepanjang 10 kilometer di bawah kaki Gunung Rinjani, 

 

Menurutnya, Walhi NTB sudah berkoordinasi dengan masyarakat pecinta alam (Mapala) dan sahabat hijau. "Kita bersepakat menolak groundbreaking pembangunan kereta gantung Rinjani," kata Amri Selasa 20 Desember 2022. 

 

Amri menegaskan, pengurusan izin groundbreaking pembangunan kereta gantung di Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah senilai Rp 2,2 triliun itu dinilai offside.

 

Pemerintah sebut Amri terkesan mendahului proses kajian feasibility study (FS) proyek kereta gantung Rinjani. 

 

Selain itu, pihaknya juga menilai, groundbreaking tersebut melanggar undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) Nomor 32 tahun 2009.

 

"Memang kami tidak menolak kereta gantung. Tapi kita punya namanya penyelenggaraan kehutanan. Di sana sudah jelas ada DED yang harus dilihat, FS dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Rangkaian ini tidak dilakukan oleh pemerintah daerah," kata Amri dilansir detikbali. 

 

Bahkan Amri menduga bahwa pembangunan kereta gantung Rinjani menggunakan landasan hukum Undang-Undang Cipta Kerja. Alasannya, dalam beberapa pasal UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa proses kajian Amdal boleh dilakukan antara pemerintah dan investor.

 

"Tapi kan UU Cipta Kerja ini belum bisa dijadikan landasan utama. Buktinya kajian Amdal itu harus melibatkan tahura, masyarakat desa, Pemrakarsa, Ahli Lingkungan. Kami duga ini yang tidak dilakukan," katanya.

 

Dari semua masalah tersebut rupanya pemerintah NTB dalam hal ini Gubernur NTB dan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perizinan Modal Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) NTB telah mengangkangi kegiatan groundbreaking kereta gantung Rinjani yang dilakukan pada 18 Desember 2022 kemarin.

 

"Kita punya namanya pengaturan daerah, perizinan dan kajian. Inilah yang dikangkangi. Izin seperti apa? Kemudian bagaimana dampak kedepannya? Bagiamana tanggungjawab investor? Ini harus kaji secara mendalam. Inilah yang tidak dilakukan," kata Amri.

 

Menurut Amri dalam maklumat Walhi tentang pemulihan hutan Indonesia semestinya pembangunan kereta gantung Rinjani mematuhi aturan dalam proses perizinan dan perlindungan hutan kawasan.

 

"Jelas ada sanksi administratif kalau kita berpatokan ke UU PPLH. Karena nanti kan itu kereta gantung akan merubah bentangan alam merubah fungsi hutan di dekat kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani," katanya.***

 

 

Editor: Ahmad Riadi

Sumber: DetikBali

Tags

Terkini

Terpopuler