Walhi NTB Menilai Pembangunan Proyek Bendungan Meninting Lombok Barat Berdampak Serius Pada Lingkungan Hidup

- 12 Desember 2022, 06:15 WIB
Peroses pembangunan Bendungan Meninting (dok:istimewa)
Peroses pembangunan Bendungan Meninting (dok:istimewa) /

HAILOMBOKTIMUR - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) menilai pembangunan proyek strategis nasional bendungan Meninting di Lombok Barat, berdampak serius pada lingkungan hidup, ekonomi warga, hilangnya wilayah kelola warga serta kesehatan perempuan dan anak di Desa Bukit Tinggi, Desa Penimbung, Desa Gegerung dan Desa Dasan Griya kabupatennya setempat. 

 

Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin mengatakan, bendungan Meninting dibangun mulai tahun 2019 lalu, dan hingga saat ini masih dalam tahap pembangunan. 

 

Melalui keterangan tertulisnya, Amri menegaskan, dalam proses pembangunan dilakukan pembabatan hutan seluas puluhan hektar dan juga pembebasan ratusan hektar lahan milik warga yang berada di beberapa desa yaitu Dusun Murpadang - Desa Bukit Tinggi dan dusun Murpeji-Desa Dasan Griya. 

 

Dari hasil studi di beberapa media massa yang memberitakan proses pembangunan PSN bendungan meninting, maupun hasil Investigasi lapangan Walhi NTB dan SP Mataram mendapatkan informasi fakta lapangan. 

 

Sosialisasi Pembangunan Bendungan Meninting Tidak Melibatkan Masyarakat

 

Sebelum dimulainya proyek pembangunan bendungan meninting, kata Amri, banyak warga terdampak yang tidak mengetahui akan rencana pembangunan bendungan tersebut. Hal ini terjadi karena minimnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi pembangunan. 

 

Pada tahun 2018, kata dia, sosialisasi terkait rencana pembangunan bendungan meninting telah dilaksanakan sebanyak tiga kali oleh Balai Wilayah Sungai (BWS). 

 

Dalam sosialisasi tersebut, dihadiri oleh Kejaksaan, Kepolisian, BPN, dan perwakilan dari tiap Desa. Walapaun, sudah dilakukan sosialisasi sebanyak tiga kali, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui rencana pembangunan bendungan itu. 

 

Bahkan, kata dia, Kepala Dusun Jelateng dan Kepala Dusun Penimbung Timur pun tidak mengetahui akan adanya rencana pembangunan bendungan meninting karena tidak terlibat dalam sosialisasi. Salah satu tokoh masyarakat di Desa Geria dalam wawancaranya dengan tim investigasi tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi pembangunan bendungan meninting. "Pihak desa pun tidak pernah juga melakukan sosialisasi," ujarnya

 

Krisis Air Bersih.

 

Sungai meninting merupakan sumber air yang digunakan oleh masyarakat Desa Gegerung, Desa Penimbung, Desa Dasan Geria dan Desa Bukit Tinggi untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Tetapi, sejak dimulai proyek pembangunan bendungan meninting tahun 2019, air sungai meninting yang sebelumnya bersih menjadi keruh akibat dari aktivitas proyek pembangunan bendungan. 

 

Walapun kondisi air sungai meninting berubah menjadi keruh, jelas dia, masyarakat di Desa Penimbung, Desa Dasan Geria, dan Desa Gegerung masih menggunakan air sungai meninting untuk kebutuhan air sehari-hari karena tidak ada pilihan lain.

 

Karena tidak semua warga di Desa Penimbung dan Desa Gegerung memiliki sumur sebagai sumber air bersih mereka. Yang lebih parahnya adalah air sungai yang mengalir melalui lokasi pembangunan PSN Bendungan Meninting diduga kuat menyebabkan gata-gatal pada setidaknya 50 orang anak dan berakibat buruk pada kesehatan 50 orang perempuan. 

 

Pembebasan Lahan

 

Pada artikel berjudul ”Pembangunan Bendungan Meninting” yang terbit tanggal 10 Januari 2020 di situs resmi Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I. Pembangunan bendungan meninting dibangun dilahan seluas +90 Hektare yang terdiri dari 4,95 Hektare kawasan hutan dan 85,5 Hektare non kawasan hutan. 

 

Namun, pengakuan warga Dusun Murpadang yang lahannya telah dibebaskan untuk pembangunan bendungan meninting. Pembebasan lahan yang sudah dilakukan untuk bendungan meninting mencapai 400 Hektare. 

 

Hilangnya sumber penghidupan warga

 

Selain dampak lingkungan yang masyarakat rasakan selama tiga tahun. Masyarakat juga merasakan dampak ekonomi yang timbul akibat pembangunan bendungan meninting. "Yang sangat merasakan dampak dari proyek pembangunan bendungan ialah pengerajin sapu, perajin gula aren, dan pembudidaya ikan," ungkapnya

 

Akibat dari proyek pembangunan bendungan meninting banyak dari mereka beralih profesi. Bahkan di Dusun Penimbung Timur sebelum proyek pembangunan bendungan meninting dimulai. Kadus Penimbung Timur kepada tim investigasi menyampaikan bahwa terdapat 20 warganya yang menjadi pembudidaya ikan. 

 

Tetapi, setelah proyek pembangunan bendungan meninting dimulai, warganya yang sebelumnya menjadi pembudidaya ikan beralih profesi menjadi buruh kasar. Hal ini karena kondisi air sungai meninting yang telah keruh tidak biasa lagi digunakan sebagai sumber air kolam/tambak ikan.

 

Hal serupa juga dialami oleh pembudidaya di Dusun Jelateng. Kadus Dusun Jelateng menyampaikan ke tim investigasi terdapat 50 warga nya yang menjadi pembudidaya ikan. Tetapi, sebagaian pembudidaya ikan di Dusun Jelateng terpaksa masih bertahan menjadi pembudidaya ikan. Walapun, hasil ikan dari kolam/tambak mereka tidak seperti sebelum dimulainya proyek pembangunan bendungan meninting.

 

Peristiwa banjir yang terjadi secara tiba-tiba pada hari jumat tanggal 17 Juni 2022 sekitar pukul 16.00 Wita padahal keadaan cuaca yang cerah atau tidak ada hujan, juga berdampak serius dan parah terhadap 25 kepala keluarga di Dusun Buwuh, Desa Mambalan, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat berupa kerusakan rumah dan properti serta kehilangan mata pencaharian (budidaya ikan air tawar) karena rusaknya kolam dan sawah tempat bercocok tanam. 

 

Demikian pula terhadap 3 UMKM yang telah lama melakukan usaha budidaya ikan koi turut mengalami dampak parah yakni rusaknya tempat usaha termasuk hilangnya seluruh bibit ikan yang dimiliki, sehingga kerugian yang diderita mencapai milyaran rupiah.***

Editor: Ahmad Riadi

Sumber: Walhi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x