WALHI Desak Pemerintah Hentikan Ekspansi Investasi Perusak Lingkungan di BANUSRAMAPA

- 30 April 2022, 22:57 WIB
/

Umbu mengingatkan negara bahwa peristiwa pencemaran dan pengrusakan kawasan pesisir dan laut juga terjadi di NTT. Beberapa diantaranya, kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor, Kasus pencemaran oleh PLTU Bolok di Kupang serta pencemaran oleh PLTU Ropa di Ende. “Ini sudah sangat menyusahkan dan berdampak negatif ribuan masyarakat khususnya para nelayan dan daya dukung alam,” tegasnya

Umbu menambahkan praktek pencemaran pesisir dan laut di NTT berpotensi makin menggila kedepannya, dengan masuk investasi pariwisata skala besar, industri monokultur tambang.

“WALHI NTT meyakini dengan kondisi NTT yang belum punya kebijakan pengelolaan ramah lingkungan maka investasi investasi itu akan memperparah kondisi di NTT. Soal sampah industri saja mungkin sudah jutaan ton mencemari perairan di NTT. Sampai sekarang NTT bahkan belum miliki kebijakan pengurangan sampah secara massif,” terang Umbu Wulang.

Pencemaran Laut dan Penghancuran Pulau Pulau Kecil di Maluku Utara


Direktur Walhi Maluku Utara Faizal Ratuela mengecam kejadian pencemaran yang terjadi di teluk Bima. Peristiwa ini sangat berdampak buruk bagi warga 4 desa yang bermukim di wilayah pesisir barat dan pesisir timur teluk Bima terutama dampak bagi nelayan.

Pemanfaatan potensi perikanan di wilayah pesisir teluk Bima oleh masyarakat di wilayah terdampak limbah dipastikan lumpuh total dan nelayan mengalami kerugian ekonomi akibat dari dampak ekologi dan ekonomi. Untuk itu Pemerintah NTB harus segera memastikan upaya pemulihan ekonomi dan ekologi serta menindak tegas para pihak yang menyebabkan pencemaran di teluk Bima.

Walhi Maluku Utara mendukung sepenuhnya dan solidaritas kepada seluruh nelayan 4 desa di pesisir barat dan pesisir timur teluk Bima yang saat ini merasakan dampak pencemaran limbah. Peristiwa yang terjadi di teluk Bima menjadi bukti bahwa kondisi perairan di Indonesia khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sedang dalam bahaya.

Negara masih meletakkan pesisir laut sebagai bagian terpisah antara daratan dan laut, sehingga dalam upaya penguasaan dan pengelolaan dalam konteks pemberian izin investasi tidak mempertimbangkan dampak yang terjadi dari hulu ke hilir.

Kondisi yang terjadi di Bima juga terjadi di Maluku Utara, dimana provinsi Maluku Utara yang Maluku Utara yang merupakan salah satu Provinsi kepulauan di Indonesia dengan luas wilayah 145.801,1 Km2 dengan luas daratan 45.069,66 Km2 atau 23,72 persen dan luas perairan-nya 100.731,44 Km2 atau 76,28 persen telah dihuni oleh investasi pertambangan, perkebunan monokultur sawit dan industri kehutanan yang berakibat penurunan kualitas lingkungan di pesisir dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara.

Jika model kebijakan pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang masih meletakkan investasi sebagai lokomotif pendapatan ekonomi tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup terutama pesisir dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara, maka dipastikan masyarakat dan pemerintah provinsi Maluku Utara akan menanggung beban kehancuran ekologi secara masif dan biaya pemulihan ekologi dipastikan sangat besar yang harus ditanggung akibat kesalahan pemerintah.

Halaman:

Editor: Ahmad Riadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah