WALHI Desak Pemerintah Hentikan Ekspansi Investasi Perusak Lingkungan di BANUSRAMAPA

- 30 April 2022, 22:57 WIB
/

Deforestasi hutan Papua dan Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit

Sepanjang dua dekade terakhir, tutupan hutan alam Papua mengalami penurunan yang sangat signifikan seluas 663.443 hektar. WALHI Papua mencatat, setiap tahun rata-rata hutan alam Papua hilang seluas 34.918 hektar. Angka deforestasi tertinggi terjadi pada 2015 yang menghilangkan 89.881 hektar.

Berdasarkan riset lapangan kurun Mei – Oktober 2019, diduga limbah sawit mencemari sungai Porowai dan Manguwaho di Kaptiau.

Direktur WALHI Papua, Maikel Primus Peukimengatakan, berdasarkan hasil uji sampel menunjukkan nilai indeks pencemaran air di Sungai Maguwaho adalah 12,63 atau dikategorikan tercemar sedang skala tiga. Sedangkan air Sungai Porowai diperoleh nilai indeks pencemarannya dikategorikan cemar skala empat.

Di lapangan, kata Maikel Primus Peuki, perempuan dan anak adalah kelompok rentan dari pembukaan lahan perkebunan sawit. Selain itu, Konflik horizontal terjadi antara masyarakat adat dengan masyarakat adat, masyarakat adat dengan perusahaan, dan masyarakat adat dengan pemerintah.

“Perampasan lahan masyarakat adat terjadi karena tidak ada transparansi dengan mekanisme FPIC yang kredibel. Misalnya masyarakat adat Kapitiauw tidak mengetahui tanah ulayat mereka dilepaskan dan masuk dalam areal konsesi perusahaan sawit,” ungkapnya.

Ekspansi Proyek Infrastruktur di Pesisir dan Taman Hutan Raya Mangrove Bali.

Pada 31 Januari 2022, Kementerian PUPR melakukan penataan mangrove yang berada di kawasan Tahura dan ditargetkan kelar seluruhnya pada September 2022 sehingga dapat digunakan sebagai showcase mangrove di KTT G20.

Menanggapi hal tersebut, Direktur WALHI Bali, Made Krisna “Bokis” Dinata, S.Pd menyampaikan bahwa ajang showcase mangrove di KTT G20 tersebut, menguji keseriusan Pemerintah dalam menjaga mangrove tahura. Karena, menurut Bokis, dibalik showcase mangrove untuk KTT G20 tersebut, masih ada permasalahan yang mengancam mangrove di Tahura Ngurah Rai, seperti Perpres 51/2014 yang sampai saat ini masih mengancam Teluk Benoa untuk direklamasi.

“Sampai saat ini Perpres 51/2014 yang menjadi instrumen hukum untuk mereklamasi Teluk Benoa masih berlaku”, ujarnya.

Halaman:

Editor: Ahmad Riadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x