Walhi NTB: Terancamnya Pertanian Produktif Akibat Aktivitas Galian C di Desa Menemeng dan Bilebante Loteng

- 15 Desember 2022, 17:25 WIB
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB)  Amri Nuryadin (dok:tribunlombok)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) Amri Nuryadin (dok:tribunlombok) /

HAILOMBOKTIMUR - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama warga, Desa Menemeng dan Bilebante bergerak bersama memperjuangkan wilayah pertanian sumber penghidupan warga agar tetap terjaga dan lestari dari aktivitas pertambangan ilegal. 

 

Menurut Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin menegaskan bahwa, aktifitas pertambangan pasir ilegal mulai muncul sejak tahun 1999 di beberapa titik di Desa Bilebante, termasuk dikawasan pertanian yang digarap oleh warga Dusun Gundul. 

 

Karena kehawatiran akan terus digerusnya lahan pertanian produktif dan merusak ekosistem pertanian oleh tambang pasir, warga terus melakukan penolakan. "Pada tahun 2002 penolakan warga semakin kuat terhadap pertambangan pasir galian C tersebut," ujarnya melalui keterangan tertulis. 

 

Penolakan terhadap tambang pasir galian C ini semakin meluas, jelas Amri, di mana pada tahun 2005 warga meminta Kepala Desa Bilebante, Camat Pringgarata dan Bupati Lombok Tengah agar menghentikan dan menutup tambang pasir tersebut. 

 

"Namun aktivitas tambang pasir terus tejadi sehingga masyarakat melakukan aksi pemblokiran jalan dan merusak jembatan yang merupakan pintu masuk atau akses jalan salah satu penambang pasir ilegal yang berada di Dusun Gundul, Desa Bagu yang ekarang Desa Menemeng," ujarnya. 

 

Akibat penolakan tersebut, lanjut Amri, 3 orang warga dikriminalisasi oleh penambang ilegal dengan tuduhan melakukan perusakan jembatan, dan dalam vonis Pengadilan Negeri Praya Lombok Tengah akhirnya warga dikenakan tidak Pidana Ringan, dan dalam kasasi yang diajukan jaksa, Mahkamah Agung (MA) warga diputuskan bebas murni (tahun 2007) dengan di dampingi WALHI. 

 

Selanjutnya, kata dia, tambang di wilayah dusun Gundul akhirnya berhenti namun di titik-titik lain di wilayah Desa Bilebante tetap dilakukan penambangan liar oleh pera panambang, yang kemudian memicu keberanian penambang lain untuk kembali berani membuka dan melakukan penambangan di dusun Gundul.

 

Beberapa upaya penambangan ilegal pernah dilakukan dalam kurun 2008 hingga 2015, namun tetap berhasil di tolak warga. Akan tetapi usaha “jahat” perusahaan untuk melakukan pengrusakan ruang penghidupan warga terus dilakukan dengan berbagai macam cara. 

 

Bahkan pada awal tahun 2019, jelas Amri, salah seorang aktifis Walhi NTB yang memimpin langsung pendampingan warga mendapatkan tekanan serius yaitu rumah miliknya dibakar oleh orang tidak dikenal dan diduga kuat karena upaya dan perjuangan bersama warga Desa Menemeng dalam melakukan penolakan terhadap beroperasinya tambang galian C tersebut.

 

Masih kata Amri, pada Oktober 2022 warga kembali dikejutkan dengan terbitnya Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi atas nama CV KJU dengan lokasi izin di Desa Bilabante Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah dan akses jalan di Desa Menemeng, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah. 

 

"Beberapa izin yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut diberikan beraktifitas eksploratif disalahgunakan dengan melakukan aktifitas produksi, sehingga warga kembali melakukan penolakan atas izin dan aktifitas operasi produksi pertambangan oleh perusahaan CV KJU," ujarnya

 

Menurut Ketua Walhi NTB ini, dasar dari penolakan warga tersebut yakni Peraturan Desa Bilabante Nomor : 03 tahun 2016 tentang Pengelolaan Desa Wisata Hijau, tanggal 24 Juni 2016. 

 

Perdes tersebut pada pokoknya menegaskan, bahwa wilayah pengembangan Desa Wisata Hijau di Desa Bilabante merupakan pengembangan Desa yang berbasis pariwisata dengan model pemberdayaan komunitas lokal dan mengacu pada pelestarian lingkungan alam, ekonomi dan sosial budaya termasuk pula di wilayah tempat yang kami duga kuat ada aktifitas pertambangan galian C yaitu di Dusun Karang Kubu, Desa Bilabante, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah. 

 

"Kami menduga kuat aktifitas usaha pertambangan galian C tersebut tidak mengindahkan Peraturan Desa Bilabante Nomor 03 tahun 2016 tentang pengelolaan desa wisata hijau," tukasnya

 

Selain itu, dasar penolakan tersebut yakni surat dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Nusa Tenggara Barat yang ditujukan kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nomor : 540/02/DESDM/2017, perihal Pertimbangan Teknis atas Permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Bahan Galian Batuan, Tanggal 02 Januari 2018.

 

Surat tersebut pada pokoknya menegaskan, Permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi batuan (pasir urug dan tanah urug) atas nama saudara KJ dan MSH tidak dapat diproses untuk diterbitkan IUP Operasi Produksi Batuan karena memperhatikan adanya Peraturan Desa Bilabante Nomor : 03 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Desa Wisata Hijau, tanggal 24 Juni 2016. 

 

Selanjutnya yakni, surat dari Dinas energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Nusa Tenggara Barat yang ditujukan kepada Kepala Desa Bilabante, Nomor : 540/103/DESDM/2019, perihal tanggapan terhadap Permohonan Izin Tambang, Tanggal 15 Januari 2019. 

 

Dalam surat tersebut pada pokoknya menegaskan, Permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi batuan (pasir urug dan tanah urug) atas nama saudara KJ tidak dapat diproses untuk diterbitkan IUP Operasi Produksi Batuan karena memperhatikan adanya Peraturan Desa Bilabante Nomor : 03 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Desa Wisata Hijau, tanggal 24 Juni 2016. 

 

"Permohonan izin baru dapat diproses apabila Perdes Nomor 03 tahun 2016 direvisi dimana pada salah satu pasalnya menjelaskan wilayah-wilayah yang boleh ditambang," tukasnya.***

Editor: Ahmad Riadi

Sumber: Walhi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x