HAILOMBOKTIMUR - Insiden baku tembak antar polisi yang terjadi di kediaman Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu disorot oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
"Terdapat beberapa kejanggalan dalam pengusutan kasus itu," kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar.
Dari beberapa kronologis yang disampaikan Polri, kata dia, terdapat beberapa kejanggalan yang sifatnya tak masuk akal.
"Sejumlah kejanggalan dalam pengusutan kasus itu diantaranya seperti, disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar 2 hari," ujarnya seperti dilansir dari pikiran-rakyat.com, Jum'at 15 Juli 2022.
Baca Juga: Diduga Cabuli Muridnya, Predator Seksual di Lombok Timur Diamankan Polisi
Menurutnya, kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak kepolisian. Ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka.
"Keluarga yang sempat dilarang melihat kondisi jenazah," ujarnya.
Selain itu kejanggalan lainnya adalah, CCTV di lokasi dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi.
"Keterangan Ketua RT yang menyebutkan tidak mengetahui adanya peristiwa dan proses olah TKP," katanya.
Menurut Rivanlee, sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta kasus kematian Brigadir J.
"Terlebih keberadaan Kadiv Propam saat peristiwa terjadi pun tidak jelas. Belum lagi, keterangan mengenai luka tembak antara keterangan Polri dengan keluarga memiliki perbedaan yang signifikan," ucapnya.
Baca Juga: Banyak Masyarakat Tak Tahu Program Pemutihan Denda Pajak, Sosialisasi Dinilai Kurang
Lebiah jauh dia menyatakan bahwa, berdasarkan keterangan pihak keluarga, terdapat empat luka tembak pada tubuh Brigadir J, yakni dua luka di dada, satu luka tembak di tangan, dan satu luka tembak lainnya di bagian leher.
Selain itu, mereka juga mengatakan terdapat luka sayatan senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki.
"Hal ini berlainan dengan keterangan Kepolisian yang menyebutkan bahwa terdapat tujuh luka dari lima tembakan," katanya.
Berdasarkan pemantauan tersebut, KontraS mendesak agar, Kapolri menjamin independensi dan transparansi kepada tim khusus yang bertugas untuk mengungkap fakta peristiwa serta menyampaikan secara berkala pada publik atas perkembangan yang terjadi.
Kemudian, Kapolri menjamin ruang masukan, saran, serta penyampaian dari pihak keluarga korban untuk bebas dari tindakan intimidatif dan tekanan dalam bentuk lain guna mencari fakta seterang-terangnya.
"Meminta pengawasan eksternal Kepolisian, seperti Kompolnas juga memastikan profesionalitas kelembagaan dalam pengusutan perkara, serta meminta LPSK untuk menjamin perlindungan bagi keluarga korban," ujarnya.***