Lantaran aksi 1, 2 dan 3 belum mampu menyadarkan hati nurani Pemda Bima untuk meninjau keadaan jalan yang tidak pantas untuk di lewati, massa aksi kembali turun aksi jilid 4.
Pada aksi Jilid 4 ini, kata dia massa aksi juga melakukan pemboikotan jalan raya sebagai bentuk kekecewaan terhadap Pemda Bima yang tidak memiliki itikad baik untuk bertemu.
Parahnya, sekitar pukul 14:15 Wita 10 mobil aparat Kepolisian, TNI dan Pol PP hadir di tengah massa aksi untuk membubarkan massa aksi secara paksa.
"Tindakan Represif yang di lakukan aparatur negara ini mencederai kebebasan berpendapat di muka umum yang telah di atur undang-undang pada pasal 28 E ayat 3," tegasnya
Pada saat yang bersamaan, kata Farhan, aparatur negara melakukan penangkapan terhadap 10 massa aksi.
Kemudian, pada tanggal 13 Mei 2022, 10 massa aksi tersebut di tetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian Polres Bima.
Lebih lanjut, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram ini mengatakan, seharusnya Pemda Bima (Bupati, red) mengambil langkah cepat agar masalah ini tidak berbuntut panjang.
Seandainya Bupati mendengarkan aspirasi dari masyarakat mungkin hal-hal seperti ini tidak akan terjadi,
"Bupati Bima haru lebih cermat lagi melihat kondisi yang ada di Bima, mengingat jalan raya sebagai sarana perputaran ekonomi. Bukan hanya di Monta namun di seluruh kecamatan di kabupaten Bima," tegasnya
Masih kata Sekertaris Jendral IMBI Mataram tersebut, tindakan yang dilakukan kepolisian sangat Inkonstitusional dan tidak sesuai dengan Tri Brata Polri.