WALHI NTB: 50 Persen Kawasan Hutan NTB Rusak Akibat Operasi Tambang dan Alih Fungsi Lahan dalam Skala Besar

- 4 Februari 2023, 06:00 WIB
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Barat (Walhi NTB) Amri  Nuryadin, SH
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Barat (Walhi NTB) Amri Nuryadin, SH /(dok/ist) /Riadi

HAILOMBOKTIMUR - Wahana lingkungan hidup indonesia provinsi nusa tenggara barat (Walhi NTB) memandang bahwa proyeksi pembangunan dan investasi di NTB memberikan kontribusi kerusakan terhadap lingkungan hidup, baik di kawasan hutan, pesisir, pulau-pulau kecil maupun terhadap lahan pertanian produktif. Sehingga menyebabkan laju kerusakan hutan dan lahan kritis sangat tinggi di NTB. 

 

Data hasil investigasi Walhi NTB, tercatat bahwa laju kerusakan hutan telah mencapai 50 persen dari luas kawasan hutan yang ada atau sekitar 550,000 hektare dari 1,1 juta hektare kawasan hutan NTB. 

 

"Ancaman perusakan lingkungan dikawasan hutan terutama disebabkan oleh operasi tambang dan alih fungsi lahan dalam skala besar, baik diwilayah hutan maupun pesisir," kata Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin melalui keterangan resminya, Jumat 3 Februari 2023.

 

Bahkan sejumlah pertambangan besar yang menguasai lahan dalam wilayah hutan dan pesisir, jelas dia, diantaranya PT. Aman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dengan luas 125.341,42 hektar di Kabupaten Sumbawa Barat. 

 

Kemudian industri tambang yang sedang memulai eksplorasinya, lanjut dia, yaitu PT. STM dengan memegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) di kecamatan Hu’u, kabupaten Dompu dengan luas 19.260 hektar. 

 

Selain itu, terdapat juga Proyek Smelter di Kabupaten Sumbawa Barat yang digadang akan dibangun oleh dua perusahaan besar, yaitu PT. CHina Nonferrous Meta Industry Foreign Engineering Construction Co., Ltd (NFI) dan PT. PIL Indonesia.

 

Selain pertambangan berizin, kata dia, di NTB juga tercatat maraknya illegal mining atau tambang illegal seperti di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Sumbawa. "Ini penyebab terjadinya kerusakan hutan dan ekologi yang menyebabkan bencana banjir di banyak wilayah di NTB," cetusnya

 

Amri juga membeberkan, salah satu investasi yang digadang-gadang oleh Pemerintah Provinsi akan mendatangkan berkah bagi pariwisata NTB adalah pembangunan kereta gantung di kawasan hutan rinjani (RTK 1) dengan luas areal 500 hektare.

 

"Termasuk pembangunan infrastruktur dan rencana pembangunan resort, dengan memanfaatkan lahan yang di kelola oleh masyarakat petani dalam skema perhutanan sosial baik itu hutan kemasyarakatan maupun TAHURA dengan nilai investasi sebesar Rp2,2 Trilyun," imbuhnya

 

Demikian pula, kata dia, makin parahnya kerusakan ekologi di pesisir karena alih fungsi lahan untuk investasi baik itu pariwisata, tambak udang, budidaya mutiara skala besar seperti PT Autore Pearl Culture di Jerowaru.

 

Kemudian program strategis nasional yaitu kawasan ekonomi khusus (KEK) mandalika menjadi bagian terpenting untuk diperhatikan bersama dalam menjaga dan memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil NTB. 

 

"Kondisi yang terjadi pada proses pembangunan dan investasi di NTB diperparah lagi dengan adanya beberapa regulasi di tingkat nasional yaitu Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptakerja yang memberikan keleluasaan bagi invetasi tanpa memperhatikan keadilan ekologis dan perlindungan terhadap sumber-sumber penghidupan rakyat baik di kawasan hutan maupun di pesisir," ujarnya.***

 

Editor: Ahmad Riadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x