Momentum International Women’s Day: Refleksi Gerakan Perempuan

21 Maret 2023, 11:20 WIB
Sejumlah LSM memperingati hari perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) dengan aksi selebaran saat momen Car Free Day (CFD) di Udayana, Mataram (dok: istimewa) /

HAILOMBOKTIMUR - Solidaritas Perempuan Mataram (SP Mataram), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Wahana Pencinta Alam (WANAPALA), Sahabat Hijau Nusa Tenggara Barat (NTB) memperingati hari perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) dengan aksi selebaran saat momen Car Free Day (CFD) di Udayana, Mataram, Minggu kemarin. 

 

International Women’s Day (IWD) diperingati setiap tanggal 8 Maret di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. 

 

Bukan hanya sekedar perayaan, kata Ketua Walhi NTB Amry Nuryadin, momentum IWD menjadi refleksi bersama bagi gerakan perempuan atas segala penindasan yang selama ini dihadapi oleh perempuan, sekaligus memperingati berbagai inisiatif dan gerakan perempuan yang terus dirawat dan diperkuat.

 

"Secara historis, gerakan perempuan di Indonesia telah hidup sejak zaman kolonialisme, terlihat dari cerita pahlawan perempuan melalui perlawanan Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu dan beberapa figur perempuan lain. Sayangnya, semangat gerakan perempuan saat itu masih banyak yang belum tampil ke permukaan dan dibahas bersama," ujarnya melalui keterangan tertulisnya.

 

Amry mengatakan, penyempitan isu perempuan yang membagi permasalahan perempuan secara sektoral juga membuat permasalahan perempuan tidak dilihat secara sistemik dan berkelindan satu sama lain.

 

Padahal, jelas dia, akar permasalahan perempuan tidak hanya berada pada tingkat personal atau rumah tangga tetapi hasil dari kelindan patriarki, kapitalisme neoliberal, fundamentalisme, dan militerisme yang diejawantahkan Pemerintah melalui kebijakan yang mereka hasilkan.

 

"Kini, gerakan perempuan terus hidup dan menyalakan api perlawanannya. Sayangnya, negara hari ini tidak berpihak pada perempuan, serangkaian kebijakan diciptakan tanpa mengakomodir kepentingan perempuan dan justru menempatkan perempuan pada krisis multidimensional yang telah membatasi ruang gerak perempuan," tukasnya

 

Bahkan menjelang tahun politik, perempuan justru hanya dijadikan “objek pengepul suara elit politik” tanpa pernah membicarakan kepentingan perempuan. Hal itu menurut dia, akan berdampak domino, misalnya dengan kebijakan yang justru menempatkan perempuan dalam lapisan penindasan.

 

Lahirnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tidak terlepas dari advokasi panjang yang dilakukan oleh gerakan perempuan dan bukan semata karena inisiatif dari negara. 

 

Sebab negara sudah sewajibnya menjalankan tugasnya dalam perlindungan perempuan. Sehingga penting bagi gerakan perempuan untuk merefleksikan kembali perjuangan hari ini dengan melihat permasalahan secara holistik dan interseksional.

 

"Isu perempuan bukanlah sektor, sehingga tidak dapat dipisahkan dalam setiap permasalahan hari ini," pungkasnya

 

Masih kata dia, gerakan perempuan sejatinya berdampingan bersama gerakan sosial sehingga suara perempuan menjadi penting dalam setiap permasalahan sosial, bukan hanya dilekatkan pada konteks seksualitasnya. 

 

Sehingga pada IWD 2023 ini, jelasnya, gerakan perempuan di NTB bersama gerakan sipil lainnya bersatu untuk memberikan peringatan kepada negara termasuk di daerah Bumi Gora. ***

Editor: Ahmad Riadi

Tags

Terkini

Terpopuler