Walhi NTB Dorong Pemprov Segera Lakukan Transisi Energi dengan Manfaatkan EBT, Menuju NZE 2050

27 Agustus 2023, 18:45 WIB
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Barat (dok: istimewa) /

HAILOMBOKTIMUR - Komitmen Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mengantisipasi dampak dari resiko perubahan iklim dengan menggaungkan program Net Zero Emission (NZE) 2050 patut diapresiasi. 

 

Pasalnya, program NZE tersebut lebih cepat sepuluh tahun dari target yang ditetapkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2060. 

 

Langkah yang diambil oleh Pemprov NTB tersebut dinilai sudah tepat, karena melihat ancaman dampak perubahan iklim sangat nyata bagi masyarakat NTB, terutama yang bermukim di daerah pesisir maupun pulau-pulau kecil. 

 

Di tambah dengan kondisi bumi yang hari ini sedang tidak baik-baik saja. 

 

Hal itu diperkuat oleh statement Sekjen PBB, Antonio Guterres yang menyatakan, Bumi saat ini berada dalam ancaman krisis yang sangat serius akibat krisis iklim. Dampaknya akan membahayakan kesehatan planet dan penghuninya. 

 

“Planet Bumi terus berada dalam ancaman krisis yang sangat serius akibat krisis iklim. Dampak krisis iklim akan membahayakan kesehatan planet, umat manusia dan spesies serta seluruh ekosistem yang menopang kehidupan di bumi,” pernyataan Antonio dikutip dari laporan Panel antar pemerintah tentang perubahan iklim (IPCC), Minggu, 27 Agustus 2023.

 

Kondisi tersebut disebabkan oleh aktifitas-aktifitas yang mempengaruhi ekologi dan merusak ekosistem di bumi.

 

Namun sejak program NZE 2050 digaungkan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Barat (Walhi NTB) menilai Pemprov NTB belum serius dalam melakukan transisi energi. 

 

Hal tersebut dapat dilihat dari Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang dimana terdapat delapan rencana proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di NTB. 

 

Rencana itu diproyeksikan untuk memenuhi kebutahan pasokan listrik Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dan Smelter di Pulau Sumbawa. 

 

"Masifnya rencana pembangunan PLTU sangat kontradiktif dengan tujuan yang ingin dicapai program NZE 2050," kata Direktur Walhi NTB, Amry Nuryadin melalui keterangan tertulisnya, Minggu 27 Agustus 2023. 

 

Selain itu, kata dia, masifnya pembangunan PLTU mengancam pemenuhan hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. 

 

Menurut Direktur Walhi NTB, langkah yang dapat dilakukan oleh Pemprov dalam menekan emisi karbon untuk melawan perubahan iklim dengan mengurangi penggunaan energi kotor sebagai sumber energi di NTB. 

 

Untuk mengganti energi kotor, kata dia, dapat memanfaatkan potensi energi baru terbarukan (EBT) yang melimpah. 

 

"Namun hingga hari ini, pemanfaatan EBT sebagai sumber energi sangat minim," ucapnya

 

 

Padahal WALHI NTB mencatat potensi EBT di NTB meliputi, tenaga air sebesar 197 MW, tenaga surya sebesar 6.190 MW dan tenaga angin sebesar 1.867 MW.

 

Amry Nuryadin juga mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan Walhi NTB mencatat laju kerusakan hutan di NTB telah mencapai 60 persen dari luasan hutan di NTB yang disebabkan oleh aktfitas pertambangan, perambahan hutan dan alih fungsi lahan untuk kepentingan pembangunan pariwisata. 

 

Tak hanya itu, Walhi NTB juga mencatat beberapa pembangunan yang berdampak penting bagi lingkungan hidup sehingga terjadinya kerusakan ekologi dan kehancuran ekosistem. 

 

Diantaranya kata Amry, pertambangan PT AMNT di Sumbawa Barat, pertambangan PT STM di Dompu dan pertambangan PT AMG di pesisir Dedalpak Lombok Timur. 

 

Dengan kondisi saat ini, jelas dia, NTB dihadapkan dua ancaman nyata yaitu dampak dari energi kotor (PLTU) dan perubahan iklim. 

 

Dengan demikian Walhi NTB mendorong Pemprov untuk segera melakukan transisi energi, memanfaatkan EBT sebagai sumber energi di NTB. 

 

Kemudian, evaluasi seluruh pembangunan berbasis kawasan yang berdampak terhadap lingkungan hidup, pulihkan dan lindungi kawasan hutan di NTB beserta memberikan perlindungan terhadap 403 pulau di NTB dari Krisis Iklim, bencana Ekologis dan investasi berbasis kawasan.***

 

 

Editor: Ahmad Riadi

Tags

Terkini

Terpopuler