Ini 6 Tuntutan Walhi NTB, Termasuk Desak Pemerintah Mencabut UU Cipta Kerja!

- 2 Mei 2023, 13:48 WIB
/

HAILOMBOKTIMUR - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB), Amry Nuryadin mengatakan, diterbitkannya Perpu Cipatekerja oleh Presiden RI menjadi UU sangat mengancam berbagai sektor kehidupan rakyat, mulai dari buruh, mahasiswa dan masyarakat rentan di wilayah perkotaan hingga petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan di wilayah pedesaan dan pelosok negeri. 

 

Menurutnya, alasan presiden terdapat kegentingan memaksa akibat geopolitik dan ketidakpastian hukum bagi investor sebagai dasar pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang bertujuan untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia. 

 

Padahal pada waktu bersamaan, kata dia Presiden dan sejumlah Menteri, menyatakan pertumbuhan perekonomian meningkat secara signifikan pasca pandemi Covid-19. 

 

"Anomali terjadi tidak hanya pada alasan pengesahan Perppu Cipta Kerja dan pernyataan kondisi perekonomian pasca pandemi," ujarnya

 

Pembangunan di Indonesia harus diganjar dengan berbagai penggusuran atas nama pembangunan dan proyek strategis nasional, ancaman kedaulatan pangan, fleksibilitas tenaga kerja, liberalisasi pendidikan, dan legitimasi pengrusakan lingkungan hidup serta berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada petani, nelayan, buruh, masyarakat adat, perempuan, masyarakat miskin kota dan pedesaan, serta kelompok rentan lainnya semakin masif terjadi.

 

Sedangkan di NTB, kata dia problem lingkungan hidup menjadi hal serius yang berhadap-hadapan dengan pembangunan dan investasi di sektor pertambangan dan pariwisata.

 

Dari sederet pembangunan yang merupakan project maupun program strategis nasional dan investasi, terutama pada sektor pertambangan dan pariwisata, sebagian besar jauh dari harapan akan mendatangkan berkah bagi rakyat NTB. Justru sebaliknya telah meninggalkan berbagai kerugian dan kerusakan alam, baik di kawasan hutan sampai dengan pesisir. 

 

"Sebagian besar pembangunan di NTB tidak memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat, justru berdampak serius hingga terjadinya kerusakan ekologi, perubahan bentang alam baik kawasan hutan maupun pesisir yang mengakibatkan meningkatnya resiko bencana di banyak wilayah NTB," ujarnya

 

Bahkan dari hasil investigasi Walhi, kata dia, tercatat laju kerusakan hutan di NTB telah mencapai 60 persen dari luas hutan yang disebabkan oleh aktfitas pertambangan, perambahan hutan dan alih fungsi lahan untuk kepentingan pembangunan pariwisata. 

 

"Dari catatan kami, terdapat beberapa pembangunan yang berdampak penting bagi lingkungan hidup sehingga terjadinya kerusakan ekologi dan kehancuran ekosistem diantaranya, pertambangan PT AMNT di Sumbawa Besar, PT STM di Dompu, dan PT AMG di Lombok Timur," ungkapnya

 

Tak hanya itu, kata Amry, secara umum jumlah IUP di NTB sebanyak 355 dengan total luas 136.642 haktare, belum lagi maraknya pertambangan illegal di Pulau Lombok dan Sumbawa. 

 

Sektor Pariwisata juga disinggung Direktur Walhi NTB, mengancam terjadinya kerusakan ekologi, seperti di kawasan pesisir KEK Mandalika seluas 1.250 hektare, rencana pembangunan Global Hub Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara seluas 7.030 hektare dan rencana pembangunan kereta gantung di kawasan hutan Rinjani seluas 500 haktare. 

 

Selain itu, pencanangan net zero emission tahun 2050 oleh pemerintah NTB berbanding terbalik dengan maraknya penggunaan batu bara dalam pemenuhan pasokan listrik di NTB, secara faktual di NTB menggunakan 7 PLTU batu bara sebagai pemenuhan pasokan listrik. 

 

Amry mencontohkan, PLTU di Desa Taman Ayu Lombok Barat memiliki kapasitas 3x25 MW, mengoperasikan tiga unit pembangkit dengan kebutuhan batubara sebanyak 500 ton per hari per unit. 

 

"Tentu ini akan berdampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan, apabila 7 PLTU berbahan baku batu bara tidak di pensiunkan di NTB," katanya

 

 

Atas dasar itu, Walhi NTB mendesak Presiden RI segera mencabut Perpu atau UU Cipta Kerja dan hentikan segala bentuk pengkhianatan dan pembangkangan terhadap Konstitusi serta segera mencabut seluruh kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi.

 

Kedua, mendesak Pemerintah NTB untuk memberikan perlindungan terhadap 403 pulau di NTB dari Krisis Iklim, bencana Ekologis dan investasi berbasis kawasan.

 

Ketiga, mendesak pemerintah NTB untuk membatalkan rencana pembangunan di kawasan hutan maupun pesisir yang berpotensi merusak ekologi dan menghancurkan ekosistem seperti rencana pembangunan kereta gantung dan lainnya.

 

Keempat, mendesak Pemerintah NTB segera menghentikan penggunaan batubara sebagai bahan baku pasokan listrik dan mengoptimalkan potensi Energi baru terbarukan di NTB.

 

Kelima, mendesak pemerintah NTB segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan hidup di kawasan hutan dan pesisir pulau Lombok dan Sumbawa.

 

Keenam, mendesak pemerintah NTB menangani dan menjamin adanya mitigasi kebencanaan di NTB bagi seluruh korban dan wilayah terdampak.***

Editor: Ahmad Riadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah