Homo Ludik, Memahami Panggung Politik sebagai Dunia “Permainan”

- 18 Juni 2022, 17:18 WIB
Penulis : Dr. Alfisahrin, M.Si (Wakil Direktur III Politeknik Medica Farma Husada Mataram dan Dosen Fisipol Universitas 45 Mataram).
Penulis : Dr. Alfisahrin, M.Si (Wakil Direktur III Politeknik Medica Farma Husada Mataram dan Dosen Fisipol Universitas 45 Mataram). /

 

Bermain bagi Huizinga sejatinya adalah sifat hakiki dari manusia hampir setiap waktu sepanjang hidup manusia bermain dan bergumul dengan ragam realitas sosial ekonomi, agama, seni dan politik. Khususnya dalam konteks dunia politik, sesungguhnya kita tidak lepas dari unsur bermain dan permainan, ada permainan uang, citra, strategi, wacana, dan kepentingan aktor yang berkompetisi.  

 

Dunia politik manusia dikelilingi oleh jutaan galaksi simbol-simbol kebudayaan, ekonomi, bahkan panji-panji agama yang bertebaran sengaja diciptakan oleh aktor untuk mengisi ruang permainan dalam pasar industri perebutan kekuasaan politik. Ada lambang juga partai politik sebagai produsen pemain atau aktor, terdapat juga sejumlah logo, warna, slogan, gelar akademik sebagai aksesoris yang menyemarakan pertarungan antar pemain politik. 

 

Selain itu, ditambahkan pula bahasa, retorika, wacana, satire, sarkasme dan propaganda politik agar satu aktor dapat mengalahkan aktor lain yang menjadi lawan dalam pertarungan politik.

 

Demikian juga dalam setiap tradisi kampaye politik aktor tidak luput dari permainan intrik dan hegemoni meminjam istilah Antonio Gramsci. Politisi tidak jarang memainkan politik identitas dengan memproduksi simbol-simbol budaya seperti menciptakan streotipe bagi minoritas, stigma, dan atribut negatif kepada lawan politik. Misalnya menghina bentuk fisik aktor, kepecayaan yang dianut bahkan latar belakang sosial etniknya seperti Suku Jawa atau non-Jawa. 

 

Identitas dan tanda-tanda kultural, ekonomi dan agama menjadi isu yang paling sering seksi juga kerapkali sensitif menjadi permainan yang dipermain-mainkan oleh aktor politik di setiap pertarungan politik baik Pilkada, Pileg maupun Pilpres. Simbol-simbol permainan politik sengaja dikreasi oleh aktor politik tidak saja dipamerkan dalam etalase visual seperti media cetak, media massa dan media sosial melainkan ikut dipertandingakan secara kolosal dalam ranah empiris untuk menunjukan kekuatan figur, luas pengaruh, dan keberterimaan di publik.

Halaman:

Editor: Ahmad Riadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x