Homo Ludik, Memahami Panggung Politik sebagai Dunia “Permainan”

- 18 Juni 2022, 17:18 WIB
Penulis : Dr. Alfisahrin, M.Si (Wakil Direktur III Politeknik Medica Farma Husada Mataram dan Dosen Fisipol Universitas 45 Mataram).
Penulis : Dr. Alfisahrin, M.Si (Wakil Direktur III Politeknik Medica Farma Husada Mataram dan Dosen Fisipol Universitas 45 Mataram). /

 

Sehingga dalam konteks politik, semua orang seperti sedang berada dalam kandang bermain raksasa di mana setiap aktor politik memainkan banyak lakon drama dari yang protogonis-seperti mempengaruhi pemilih dengan bujuk rayu (persuasi) hingga bermain kasar (antagonis) dengan membeli suara pemilih. 

 

Bermain kotor dan curang dalam politik sejatinya sangat dilarang tetapi dalam dramaturgi politik Indonesia, cara curang telah mentradisi, padahal ada wasit pengatur dan pengawas permainan yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai benteng yang menjaga semangat imparsialitas dan sportifitas permainan. KPU idealnya berperan strategis sebagai penegak etika permainan, dan penyusun regulasi dari rambu-rambu permainan. 

 

Kenyataannya beberapa oknum komisioner KPU di pusat hingga daerah seperti Wahyu Setiawan yang dicokok KPK karena terjerat korupsi. Permainan suap dan korupsi dalam permainan politik menegaskan argumetasi dari Johan Huizinga bahwa manusia memang pemain yang gemar memainkan permainan dalam seluruh dimensi kehidupan sosialnya. 

 

Hal ini menyebabkan semakin lemahnya posisi penyelenggara dan hilangnya kepercayaan publik terhadap kredibiltas rezim pemilu. Pemain dan wasit sama-sama runtuh moralitasnya karena sama-sama ikut terlibat bermain permainan terlarang yakni curang dalam pemilu.

 

Aktivitas mulia politik pun politik menjadi kehilangan substansi dan basis legitimasi aksiologisnya sebagai alat perjuangan yang memproduksi keadilan, kesetaraan, dan mendistribusikan kesejahteraan bersama atau (public virtue) meminjam istilah Aristoteles. 

Halaman:

Editor: Ahmad Riadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x