Hal ini berangkat dari fakta bahwa laju kerusakan hutan di NTB yang terbesar disebabkan oleh aktivitas pertambangan baik legal maupun illegal. Sementara pengawasan dan penindakan serta penegakan hukum terhadap hal tersebut hampir tidak terdengar.
"Aktivitas pertambangan baik skala kecil maupun skala besar tetap akan mengakibatkan daya rusak, sehingga perizinan tentu pengatur terhadap wilayah mana yang dapat dilakukan untuk aktivitas pertambangan dan tentu pula pengaturan siapa yang dapat diberikan izin dari aktifitas pertambangan. Mengingat pertambangan dalam bentuk dan skala apapun memiliki daya rusak, dan berdampak penting bagi lingkungan," ujarnya
Baca Juga: WALHI Desak Pemerintah Hentikan Ekspansi Investasi Perusak Lingkungan di BANUSRAMAPA
Karena itu, menurut Amri, perizinan pada sektor pertambangan seharusnya tidak hanya dipergunakan pemenuhan administrasi untuk penarikan retribusi, namun harus diletakkan sebagai upaya pembatasan dan kontrol dari daya rusak (tidak semua tempat, tidak semua orang).